kamerah tesembunyi


Dikutip dari: http://ade-tea.blogspot.com/2012/03/garuda-indonesia-widget.html#ixzz2ErQ41Avo
Dikutip dari: http://ade-tea.blogspot.com/2011/03/cara-pasang-ikoicon-twitter-burung.html#ixzz2ErjQ9PTh Dikutip dari: http://ade-tea.blogspot.com/2011/03/cara-pasang-ikoicon-twitter-burung.html#ixzz2Erkasqj1

Jumat, 26 Juli 2013




 “Anak saya tidak suka olahraga!”

Ditulis oleh AN. Ubaedy
Olahraga baik untuk kesehatan anak. Tapi, bagaimana jika anak Anda tidak suka berolahraga? Jangan khawatir. Kami punya solusi.
Beberapa anak tidak menyukai olahraga karena mereka tidak mengetahui aturan mainnya atau tidak mempraktikkan kegiatan olahraga secara rutin. Bagi anak, olahraga bisa terdengar rumit karena ada aturan main dan peralatan khusus. Bahkan lapangan olahraga yang berbeda-beda bentuk, ukuran, dan dipenuhi garis-garis pembatas, terlihat memusingkan, terutama jika anak masih berusia dini.
Kendala seperti itu tentu tidak menyurutkan niat Anda mendorong anak aktif berolahraga, bukan?  Anda tentu ingin anak memetik manfaat optimal dari olahraga, baik olahraga individu maupun permainan tim. “Dengan bergerak aktif, anak telah memulai lebih awal gaya hidup sehat yang akan melindunginya dari penyakit akibat kurang gerak seperti obesitas, diabetes, penyakit jantung, atau osteoporosis,” kata Dr. Ade Tobing, SpKO, staf akademik pada Program Studi Ilmu Kedokteran Olahraga Universitas Indonesia. Kiat berikut bisa membantu Anda merangsang minat anak terhadap olahraga bahkan membuat dia ingin mendalami jenis olahraga tertentu. Selamat mencoba!
* Ciptakan suasana menyenangkan. Secara umum, cara membuat anak gemar berolahraga adalah dengan menciptakan suasana yang menyenangkan. Dalam tulisannya, Karen Cogan, psikolog olahraga pada Center for Sports Psychology di Denten, Texas, menyatakan bahwa anak memutuskan untuk berhenti dari kegiatan olahraga rutin karena berbagai alasan, misalnya pernah mengalami cedera, terlalu dipaksa untuk menang, merasa tidak berbakat, atau lambat menguasai teknik berolahraga. Suasana menyenangkan penting untuk membangkitkan semangat atau menghapus trauma anak atas pengalaman buruk terhadap olahraga.
* Dari orang tua. Kalimat “Anak belajar dari orang tua” atau “Anak adalah peniru ulung” mungkin sudah bosan Anda dengar. Tapi memang itu yang terjadi. Jika Anda selalu meluangkan waktu untuk joging di pagi hari, berenang di akhir pekan, atau ayah punya koleksi foto-foto saat menjuarai liga basket mahasiswa, besar kemungkinan anak akan tertarik mengikuti jejak Anda. Anak akan melihat langsung bahwa Anda tampak segar usai melakukan aerobik sehingga dia percaya khasiat olahraga terhadap tubuh, berkat contoh nyata dari Anda.
* Bantuan buku, film, atau media lain. Menonton film animasi Space Jam dan menyaksikan kelucuan Bugs Bunny bermain basket bersama Michael Jordan, bisa memotivasi anak untuk mencoba olahraga bola basket. Menonton DVD atau melihat-lihat buku cerita bergambar yang bertema keceriaan berolahraga atau cerita yang memberi penjelasan singkat tentang cabang olahraga tertentu, bisa memancing ketertarikan anak. Bahkan, anak bisa saja tertarik berolahraga karena ayah memasang poster kesebelasan favoritnya, AC Milan, atau melihat koleksi kartu basket paman.
* Buat batasan menonton televisi. Jika Anda sudah membuat kesepakatan dengan anak seputar waktu menonton televisi dan bermain komputer, Anda perlu menawarkan alternatif kegiatan pengganti. Ketika durasi anak untuk duduk diam di depan televisi dan komputer dibatasi, secara alami dia akan menjadi lebih aktif bergerak. Selain berkesenian dan kegiatan hobi, olahraga adalah aktivitas bermanfaat sebagai pengganti televisi. Yang perlu Anda lakukan adalah mengenalkan sebanyak mungkin jenis olahraga dan biarkan anak memilih kegiatan favoritnya.
* Jangan libatkan ke dalam kompetisi. Pengalaman buruk bisa membuat anak enggan atau bahkan trauma berolahraga, terlebih dalam olahraga kompetisi. Tidak semua anak punya mental kompetisi. Jika anak dibebani dengan tekanan untuk meraih kemenangan, dia bisa stres, apalagi jika dia berbuat kesalahan fatal yang menyebabkan kekalahan. Lebih baik, bebaskan dia dari bentuk kompetisi yang menekankan pada hasil kalah atau menang. Biarkan dia menikmati setiap gerakan tubuh dan berolahraga dengan riang.
* Lakukan bersama teman sebaya. “Kegiatan yang dapat dilakukan beramai-ramai bersama teman juga bisa menyenangkan dan memotivasi anak untuk terus melakukan aktivitas olahraga,” kata Dr. Ade.

Sesuaikan dengan Usia
Olahraga untuk murid TK dengan siswa SD, tentu tidak sama. Secara fisik maupun kematangan emosi, mereka punya perbedaan besar. Karena itu, perlu disesuaikan jenis olahraga yang Anda kenalkan untuk anak-anak di masing-masing usia. Tidak hanya itu, kiat menanamkan kecintaan anak terhadap olahraga juga perlu disesuaikan dengan usia anak.
Murid TK
Fokuskan pada elemen permainan saat mengenalkan olahraga apapun kepada anak usia dini. Buat olahraga jadi menyenangkan. Jangan bebani mereka dengan target kompetisi, mencetak gol, dan aturan permainan. Biarkan mereka berlari, menendang, melempar, dan tertawa! Gunakan perlengkapan olahraga yang sesuai dengan ukuran tubuh dan kemampuan mereka mengkoordinasikan anggota badan (misalnya, lemparkan bantal kain kecil berisi biji-bijian kering jika anak masih sulit memegang bola berukuran besar). Adaptasikan jenis olahraga tertentu ke dalam bentuk permainan sesuai kemampuan anak. Dan jangan lupa melontarkan kalimat-kalimat penyemangat sebagai tanda Anda menghargai usaha mereka.
Untuk anak yang masih kecil, menjaga kecintaan anak terhadap olahraga berarti menghindari situasi kompetitif dan mengenalkan anak kepada berbagai jenis olahraga. Dr. Thomas Roland, ahli jantung anak yang tergabung dalam Komite Kedokteran Olahraga dan Fitnes American Academy of Pediatrics mengatakan, jika anak berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan olahraga, dia akan cenderung mengikuti kegiatan olahraga untuk jangka waktu lama.
Siswa SD
Psikolog olahraga Rick Wolff, yang juga penulis buku Good Sports, menekankan bahwa orang tua dengan anak usia 5-12 tahun tidak perlu terlalu khawatir jika anak kurang menguasai teknik sepak pojok dalam olahraga bola. “Yang paling penting adalah mengembangkan kecintaan dan antusiasme anak terhadap olahraga.”
Menurut terapis keluarga sekaligus penulis buku Take your Nose Ring Out, Honey, We’re Going to Grandma’s, Carleton Kendrick Ed.M, orang tua dan guru olahraga sebaiknya menyadari perbedaan perkembangan fisik, intelektual, emosi, dan sosial masing-masing anak. “Jangan menetapkan target yang tidak realistis dalam hal performa olahraga anak. Orang tua bisa lebih memfokuskan perhatian pada koordinasi otot, dedikasi anak terhadap suatu bidang, atau seberapa besar minat anak terhadap olahraga,” kata Carleton. Dia menambahkan, banyak anak yang berhenti berolahraga karena mereka merasa tidak bisa memenuhi harapan orang tua atau pelatih. Jika anak sudah beranjak dewasa dan menyukai cabang olahraga tertentu, orang tua bisa mendorong anak untuk memfokuskan diri pada pengingkatan performa (bukan pada pencapaian target kemenangan) dan terus menggali sisi menarik dan menyenangkan dari cabang olahraga tersebut.
Boks
Pentahapan latihan bagi anak perlu disesuaikan dengan kesiapan motorik dan kognitif.
Usia 2-5 tahun: keterampilan motorik masih sederhana, misalnya melompat, berlari, melempar, dan menangkap. Sedapat mungkin tidak merupakan kombinasi yang rumit.
Usia 6-9 tahun: keterampilan motorik sederhana yang telah diperoleh pada tahap sebelumnya, dikombinasikan dengan ketepatan gerakan yang pada dasarnya adalah dasar keterampilan olahraga. Contoh: anak melempar, menendang pada sasarannya.
Usia 10-12 tahun: Pada tahap ini keterampilan motorik yang telah dimahirkan digabung dengan keterampilan kognitif dalam aturan cabang olahraga tertentu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar