Kamis, 28 April 2011
Sosiologi olahraga
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kajian olahraga terhadap ilmu olahraga diawali dengan keterlibatan sosiologi sebagai salah satu ilmu yang digunakan untuk mengkaji fenomena keolahragaan. Konsep sosiologi dipaparkan sebagai dasar untuk memahami konsep-konsep sosiologi olahraga, khususnya berkaitan dengan proses sosial yang menyebabkan terjadinya dinamika dan perubahan nilai keolahragaan dari waktu ke waktu. Fenomena olahraga mengalami perkembangan begitu pesat sampai kedalam seluruh aspek olahraga. Olahraga tidak hanya dilakukan untuk tujuan kebugaran badan dan kesehatan, tetapi juga menjangkau aspek politik, ekonomi, sosial,dan budaya. Oleh karenanya pemecahan masalah dalam olahraga dilakukan dengan pendekatan inter-disiplin, dan salah satu disiplin ilmu yang dimanfaatkan adalah sosiologi.
Dari sisi pelaku dan proses sosial yang terbentuk, semakin memantapkan keyakinan bahwa olahraga merupakan kegiatan yang kecil dan dilakukan dalam perikehidupan masyarakat, artinya fenomena-fenomena sosial yang terjadi dalam masyarakat telah tercermin dalam aktivitas olahraga dengan terdapatnya nilai, norma, pranata, kelompok, lembaga, peranan, status, dan komunitas.
Sosiologi berupaya mempelajari masyarakat dipandang dari aspek hubungan antar individu atau kelompok secara dinamis, sehingga terjadi perubahan-perubahan sebagai wujud terbentuknya dan terwarisinya tata nilai dan budaya bagi kesejahteraan pelakunya untuk peningkatan harkat dan martabat kemanusiaan secara utuh menyeluruh.
B. Tujuan
Sosiologi secara umum sudah dikenal sebagai ilmu yang mempelajari tentang bagaimana cara bersosialisasi, berinteraksi, dan berhubungan dalam kehidupan sehari-hari, baik itu dilingkungan keluarga, pergaulan ataupun dalam masyarakat umum. Namun untuk olahraga, sosiologi sebagai ilmu terapan yang mengkaji secara khusus.
Oleh karena itu,makalah ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan ilmu sosiologi yang berdasarkan atas kajian beberapa teori para ahli, yang dihubungkan dengan olahraga.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Sosiologi
1. Sosial
Sosial dapat berarti kemasyarakatan.
a. struktur sosial - urutan derajat kelas sosial dalam masyarakat mulai dari terendah sampai tertinggi. Contoh: kasta.
b. diferensiasi sosial - suatu sistem kelas sosial dengan sistem linear atau tanpa membeda-bedakan tinggi-rendahnya kelas sosial itu sendiri. Contoh: agama.
c. integrasi sosial - pembauran dalam masyarakat, bisa berbentuk asimilasi, akulturasi, kerjasama, maupun akomodasi.
2. Sosialisasi
Sosialisasi adalah sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat. Sejumlah sosiolog menyebut sosialisasi sebagai teori mengenai peranan (role theory). Karena dalam proses sosialisasi diajarkan peran-peran yang harus dijalankan oleh individu.
a. Tipe sosialisasi
Setiap kelompok masyarakat mempunyai standar dan nilai yang berbeda. contoh, standar 'apakah seseorang itu baik atau tidak' di sekolah dengan di kelompok sepermainan tentu berbeda. Di sekolah, misalnya, seseorang disebut baik apabila nilai ulangannya di atas tujuh atau tidak pernah terlambat masuk sekolah. Sementara di kelompok sepermainan, seseorang disebut baik apabila solider dengan teman atau saling membantu. Perbedaan standar dan nilai pun tidak terlepas dari tipe sosialisasi yang ada. Ada dua tipe sosialisasi. Kedua tipe sosialisasi tersebut adalah sebagai berikut.
1) Formal
Sosialisasi tipe ini terjadi melalui lembaga-lembaga yang berwenang menurut ketentuan yang berlaku dalam negara, seperti pendidikan di sekolah dan pendidikan militer.
2) Informal
Sosialisasi tipe ini terdapat di masyarakat atau dalam pergaulan yang bersifat kekeluargaan, seperti antara teman, sahabat, sesama anggota klub, dan kelompok-kelompok sosial yang ada di dalam masyarakat.
Baik sosialisasi formal maupun sosialisasi informal tetap mengarah kepada pertumbuhan pribadi anak agar sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di lingkungannya. Dalam lingkungan formal seperti di sekolah, seorang siswa bergaul dengan teman sekolahnya dan berinteraksi dengan guru dan karyawan sekolahnya. Dalam interaksi tersebut, ia mengalami proses sosialisasi. dengan adanya proses soialisasi tersebut, siswa akan disadarkan tentang peranan apa yang harus ia lakukan. Siswa juga diharapkan mempunyai kesadaran dalam dirinya untuk menilai dirinya sendiri. Misalnya, apakah saya ini termasuk anak yang baik dan disukai teman atau tidak? Apakah perliaku saya sudah pantas atau tidak ?
Meskipun proses sosialisasi dipisahkan secara formal dan informal, namun hasilnya sangat sulit untuk dipisah-pisahkan karena individu biasanya mendapat sosialisasi formal dan informal sekaligus.
b. Proses Sosisalisasi
1) Agen Sosial
Anak belajar berperilaku melalui social learning. Yang termasuk agen sosial adalah guru, pelatih, teman sejawat, anggota keluarga dan atlet ternama.
Faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi pria dan wanita dalam olahraga :
• proses untuk memperlakukan anak pria dengan wanita dalam cara yang berbeda.
• Pengaruh langsung dari sikap perlakuan orang tua, termasuk masyarakat luas.
2) Situasi Sosial
Faktor lain yang berpengaruh terhadap partisipasi dalam olahraga dan keterampilan berolahraga ialah lingkungan fiskal dimana kegiatan bermain atau berolahraga dilakukan.
3) Karakteristik Personal
Bagaimana persepsi anak tentang kemampuan nya dalam olahraga dianggap berpengaruh terhadap keterlibatannya dalam kegiatan tersebut.
c. Menurut Charles H. Cooley
Cooley lebih menekankan peranan interaksi dalam teorinya. Menurut dia, Konsep Diri (self concept) seseorang berkembang melalui interaksinya dengan orang lain. Sesuatu yang kemudian disebut looking-glass self terbentuk melalui tiga tahapan sebagai berikut.
1) Kita membayangkan bagaimana kita di mata orang lain.
Seorang anak merasa dirinya sebagai anak yang paling hebat dan yang paling pintar karena sang anak memiliki prestasi di kelas dan selalu menang di berbagai lomba.
2) Kita membayangkan bagaimana orang lain menilai kita.
Dengan pandangan bahwa si anak adalah anak yang hebat, sang anak membayangkan pandangan orang lain terhadapnya. Ia merasa orang lain selalu memuji dia, selalu percaya pada tindakannya. Perasaan ini bisa muncul dari perlakuan orang terhadap dirinya. MIsalnya, gurunya selalu mengikutsertakan dirinya dalam berbagai lomba atau orang tuanya selalu memamerkannya kepada orang lain. Ingatlah bahwa pandangan ini belum tentu benar. Sang anak mungkin merasa dirinya hebat padahal bila dibandingkan dengan orang lain, ia tidak ada apa-apanya. Perasaan hebat ini bisa jadi menurun kalau sang anak memperoleh informasi dari orang lain bahwa ada anak yang lebih hebat dari dia.
3) Bagaimana perasaan kita sebagai akibat dari penilaian tersebut.
Dengan adanya penilaian bahwa sang anak adalah anak yang hebat, timbul perasaan bangga dan penuh percaya diri.
Ketiga tahapan di atas berkaitan erat dengan teori labeling, dimana seseorang akan berusaha memainkan peran sosial sesuai dengan apa penilaian orang terhadapnya. Jika seorang anak dicap "nakal", maka ada kemungkinan ia akan memainkan peran sebagai "anak nakal" sesuai dengan penilaian orang terhadapnya, walaupun penilaian itu belum tentu kebenarannya.
3. Sosiologi
Sosiologi berasal dari bahasa Latin yaitu Socius yang berarti kawan, teman sedangkan Logos berarti ilmu pengetahuan. Ungkapan ini dipublikasikan dan diungkapkan pertama kalinya dalam buku yang berjudul "Cours De Philosophie Positive" karangan August Comte (1798-1857). Walaupun banyak definisi tentang sosiologi namun umumnya sosiologi dikenal sebagai ilmu pengetahuan tentang masyarakat.
Masyarakat adalah sekelompok individu yang mempunyai hubungan, memiliki kepentingan bersama, dan memiliki budaya. Sosiologi hendak mempelajari masyarakat, perilaku masyarakat, dan perilaku sosial manusia dengan mengamati perilaku kelompok yang dibangunnya. Sebagai sebuah ilmu, sosiologi merupakan pengetahuan kemasyarakatan yang tersusun dari hasil-hasil pemikiran ilmiah dan dapat di kontrol secara kritis oleh orang lain atau umum.
Sebagai ilmu yang mempelajari fenomena masyarakat yang dipandang dari sudut hubungan antar manusia yang terwujud dalam suatu proses sosial yang didalamnya melibatkan dan memunculkan struktur sosial, nilai, norma, pranata, peranan, status, individu, kelompok, komunitas, dan masyarakat, sosiologi telah memberi kontribusi pada disiplin ilmu lain untuk keperluan praktis dalam mengkaji dan memecahkan masalah yang muncul. Hasil kajian tersebut digunakan sebagai landasan dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pembinaan dan pengembangan disiplin ilmu terkait.
B. Sosiologi Olahraga
Sosiologi olahraga merupakan sosiologi terapan yang dikenakan pada olahraga, sehingga dapat dikatakan sebagai sosiologi khusus yang berusaha menaruh perhatian pada permasalahan olahraga. Sebagai ilmu terapan, sosiologi olahraga merupakan gabungan dari dua disiplin ilmu, yaitu sosiologi dan olahraga, yang oleh Donald Chu disebut sebagai perpaduan antara sosiologi dan olahraga.
Sebagai ilmu murni yang bersifat non-etis, teori-teori sosiologi berpeluang untuk dicercap oleh disiplin ilmu lain, dan sebagai disiplin ilmu yang relatif baru, olahraga masih menggunakan teori-teori dari disiplin ilmu lain untuk menyusun teori ataupun hukum-hukum keilmuannya. Dalam hal ini ilmu olahraga bersifat integratif, yaitu berusaha menerima dan mengkombinasikan secara selaras keberadaan ilmu lain untuk mengkaji permsalahan yang dihadapi.
Sosiologi olahraga berupaya membahas perilaku sosial manusia, baik sebagai individu maupun kelompok, dalam situasi olahraga, artinya, saat melakukan kegiatan olahraga, pada dasarnya manusia melakukan kegiatan sosial yang berupa interaksi sosial dengan manusia lainnya.
Dalam berinteraksi ia terikat oleh nilai atau norma yang berlaku pada komunitas dimana ia berada dan pranata-pranata yang berlaku pada cabang olahraga yang sedang dilakukan.
Pelanggaran terhadap nilai dan norma atau perilaku yang menyimpang dari peran yang dimainkannya akan berakibat adanya sangsi, penentuan jenis sangsi ini ditentutan atas kesepakatan bersama, atau aturan yang telah dibakukan, kesemuanya itu dilakukan agar aktivitas olahraga yang dimainkan bisa berjalan secara aman, tertib dan lancar.
Latar belakang munculnya kajian sosiologi olahraga ini dapat dikaji dari fenomena yang ada dalam dunia keolahragaan, yaitu: pertama ilmu keolahragaan menggunakan pendekatan inter-disiplin dan cross-disiplin dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi, kedua, telah diyakini dan diakui kebenarannya suatu teori yang menyatakan: “sport is reflect the social condition” atau “ sport is mirror of society”.
Sebagai disiplin ilmu baru, dan masih dalam proses memperoleh pengakuan dari komunitas masyarakat ilmuwan, keberadaan olahraga telah berkembang sedemikian pesat. Kajian terhadapnya dilakukan dalam frekuensi dan intensitas yang tinggi, baik secara mikro, maupun makro.
1. Secara mikro
kajian ilmu olahraga difokuskan pada upaya-upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas teori dan hukum pendukung ilmu olahraga, sehingga dihasilkan temuan-temuan yang dapat memperkokoh keberadaan olahraga sebagai fenomena aktivitas gerak insani yang berbentuk pertandingan ataupun perlombaan, guna mencapai prestasi yang tinggi. Kajian secara mikro dilakukan dalam konteks internal keolahragaan, yang secara epistemologi diarahkan pada proses pemerolehan ilmu yang digunakan untuk meningkatkan kualitas gerak insani secara lebih efektif dan efisien.
2. Secara makro
kajian ilmu olahraga diarahkan pada aspek fungsional kegiatan olahraga bagi siapapun yang terlibat langsung maupun tidak langsung, seperti pelaku (atlet), penikmat (penonton), pemerintah, pebisnis dan sebagainya. Pada konteks itu, olahraga dikaji secara aksiologis untuk mengetahui pengaruh olahraga pada pelakunya sendiri atau khalayak luas, terutama pengaruh sosial yang mengakibatkan posisi olahraga tidak lagi dipandang sebagai aktivitas gerak insani an sich, melainkan telah berkembang secara cepat merambah pada aspek-aspek perikehidupan manusia secara luas. Olahraga pada era kini telah diakui keberadaan sebagai suatu fenomena yang tidak lagi steril dari aspek politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
Sehingga tidak berlebihan dikatakan bahwa pemecahan permasalahan dalam olahraga mutlak diperlukan pendekatan dari berbagai disiplin ilmu, salah satunya adalah sosiologi.
Olahraga yang hampir selalu berbentuk permainan yang menarik telah dikaji keberadaan sejak dulu.
• Spencer (1873) menyatakan play as the use of accumulated energy in unused faculties.
• Gross (1898) menyatakan play was role practice for life
• Mc Dougal (1920) menyatakan play was the primitive expression of instincts. Permainan atau play yang telah diformalkan menjadi game telah diakui dapat berfungsi sebagai media untuk mempersiapkan anak untuk berperan sebagai orang dewasa.
• Goerge H. Head (1934) menyatakan games sebagai a medium for the development of the self, sehingga lebih lanjut dikatakan game the extend of man.
Beragam kondisi obyektif di masyarakat dapat dijadikan bukti bahwa olahraga telah merambah pada kehidupan sosial manusia, misalnya: tak ada satupun media massa yang tidak memuat berita olahraga, bahkan di Amerika telah diyakini bahwa tanpa berita olahraga, banyak massa media yang akan bangkrut, karena tidak akan dibaca oleh khalayak.
Suatu pertandingan atau perlombaan olahraga telah menyita perhatian berjuta manusia sebagai penikmatnya, telah memakan jutaan dolar untuk penyelenggaraannya, belum lagi tenaga dan waktu yang tersita untuk melaksanakan atau menikmatinya.
Pengaruh olahraga di masyarakat tidak sekedar penghayatan menang atau kalah, tetapi lebih luas lagi menyangkut harga diri, kebanggaan, penyaluran potensi-potensi destruktif, bahkan pada komunitas tertentu, olahraga telah diakui kesejajarannya dengan agama. Dari paparan tersebut, olahraga telah diakui sebagai mikrokosmos kehidupan masyarakat. Upaya pengkajian terhadap masyarakat sebagai whole system dapat dilakukan dengan mengakaji fenomena olahraga sebagai part systemnya. Oleh karena itu, memecahkan masalah olahraga merupakan suatu upaya pendekatan terhadap masyarakat luas, dan ini hanya mampu dilakukan dengan menggunakan sosiologi sebagai salah satu disiplin ilmu yang dilibatkan.
C. Bidang Kajian Sosiologi Olahraga
Bidang kajian sosiologi olahraga sangat luas, mengingat hal itu, para ahli terkait berupaya mencari batasan-batasan bidang kajian yang relevan, misalnya:
1. Heizemann menyatakan bagian dari teori sosiologi yang dimasukkan dalam ilmu olahraga meliputi:
a. Sistem sosial yang bersangkutan dengan garis-garis sosial dalam kehidupan bersama, seperti kelompok olahraga, tim, klub dan sebagainya.
b. Masalah figur sosial, seperti figur olahragawan, pembina, yang berkaitan dengan usia, pendidikan, pengalaman dan sebagainya.
2. Plessner dalam studi sosiologi olahraga menekankan pentingnya perhatian yang harus diarahkan pada pengembangan olahraga dan kehidupan dalam industri modern dengan mengkaji teori kompensasi.
3. Philips dan Madge menulis buku “Women and Sport” menguraikan tentang fenomena kewanitaan yang aktif melakukan dipandang daris sudut sosiologi.
wanita dan olahraga
Partisipasi wanita dalam bidang olahraga sudah dimulai sejak tahun 70 an. Dan perubahan tersebut terjadi dengan cukup drastis.
Ada beberapa alasan yang mengemukakan antara lain adanya perubahan yang terjadi berkaitan dengan nilai sosial yang terjadi pada masyarakat, terutama dinegara-negara industri. Perubahan tersebut yakni berkaitan dengan peningkatan:
1. Kesempatan baru
Kesadaran adanya kesepatan baru yang cukup menantang ini semakin mengundang kehadiran para remaja putri untuk ikut mengambl bagian dalam kegiatan olahraga disekolah.
2. Kebijakan pemerintah
perkumpulan olahraga kaumwanita pada tahun 1980. setelah enamtahun kemudian publikasi yang menyoroti kaum wanita dalam olahraga mulai banyak diedarkan, Serta banyaknya kebijakan benyak memberikan kesempatan bagi kaum wanita untuk berpartisipasi aktif dalam olahraga.
3. Aktivitas wanita
Aktivitas wanita muncul karena adanya gagasan bahwa kaum wanita memiliki kesempatan dan kemampuan yang sama dengan kaum laki-laki memandang perempuan dari segala tingkat dan kalangan untuk lebih berpartisipasi dan menunjukan kemampuannya dalam kegiatan olahraga (Fleskin, 1974).
4. Kesehatan dan kebugaran jasmani
Meningkatnya kesadaran kaum perempuan akan pentingnya kesehatah dan kebugaran jasmani pada pertengahan 70 an mendorong kaum wanita untuk mengambil bagian dalam aktivitas fisik, termasuk olahraga.
5. Pemberian penghargaan dan publisitas terhadap atlet wanita
Dalam beraktivitas olahraga banyak kita jumpai kaum perempuan yang diberi penghargaan, apabila meraih prestasi dalam bidang olahraga.
4. G. Magname yang menulis buku “Sosiologie Van de Sport” menguraikan tentang kedudukan olahraga dalam :
a. kehidupan sehari-hari
Olahraga adalah kebutuhan primer manusia, dan harus dijadikan prioritas dalam kehidupan sehari hari. Olahraga yang effektif adalah olahraga yang berkeringat sampai pada level zona latihan. Kesibukan kerja selama lima hari berturut turut sebaiknya diimbangi dengan olahraga pada hari libur sabtu dan minggu.
Gerak adalah ciri kehidupan. Tiada hidup tanpa gerak. Apa guna hidup bila tak mampu bergerak. Memelihara gerak adalah mempertahankan hidup, meningkatkan kemampuan gerak adalah meningkatkan kualitas hidup. Oleh karena itu : Bergeraklah untuk lebih hidup, jangan hanya bergerak karena masih hidup.
Olahraga adalah serangkaian gerak raga yang teratur dan terencana untuk memelihara gerak (mempertahankan hidup) dan meningkatkan kemampuan gerak (meningkatkan kualitas hidup). Seperti halnya makan, Olahraga merupakan kebutuhan hidup yang sifatnya periodik; artinya Olahraga sebagai alat untuk memelihara dan membina kesehatan, tidak dapat ditinggalkan.
Olahraga merupakan alat untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan jasmani, rohani dan sosial. Struktur anatomis-anthropometris dan fungsi fisiologisnya, stabilitas emosional dan kecerdasan intelektualnya maupun kemampuannya bersosialisasi dengan lingkungannya nyata lebih unggul pada siswa-siswa yang aktif mengikuti kegiatan Penjas-Or dari pada siswa-siswa yang tidak aktif mengikuti Penjas-Or (Renstrom & Roux 1988, dalam A.S.Watson : Children in Sport dalam Bloomfield,J, Fricker P.A. and Fitch,K.D., 1992).
b. masalah olahraga rekreasi
1. Olaharaga rekreasi adalah jenis kegiatan olahraga yang dilakukan pada waktu senggang atau waktu-waktu luang.
2. Menurut Kusnadi (2002:4) Pengertian Olahraga Rekreasi adalah olahraga yang dilakukan untuk tujuan rekreasi.
3. Menurut Haryono (19978:10) Olahraga rekreasi adalah kegiatan fisik yang dilakukan pada waktu senggang berdasarkan keinginan atau kehendak yang timbul karena memberi kepuasan atau kesenangan.
4. Menurut Herbert Hagg (1994) “Rekreational sport / leisure time sports are formd of physical activity in leisure under a time perspective. It comprises sport after work, on weekends, in vacations, in retirement, or during periods of (unfortunate) unemployment”.
5. Menurut Nurlan Kusmaedi (2002:4) olahraga rekreasi adalah kegiatan olahraga yang ditujukan untuk rekreasi atau wisata.
6. Menurut Aip Syaifuddin (Belajar aktif Pendidikan Jasmani dan Kesehatan SMP, Jakarta, Grasindo.1990) Olahraga rekreasi adalah jenis kegiatan olahraga yang dilakukan pada waktu senggang atau waktu-waktu luang.
7. Pengertian rekreasi olahraga suatu kegiatan ynag menyenangkan yang mengandung unsur gerak positif.
8. Rekreasi Olahraga adalah aktivitas indoor maupun outdoor yang didominasi unsur-unsur olahraga (gerak) sehingga dapat menyenangkan
Sasaran rekreasi olahraga yaitu semua kalangan masyarakat, olahraga sesuai dengan usia contoh hiking dilakukan oleh anak usia dewasa bukan dilakukan untuk anak kecil. Dan untuk anak kecil dapat disesuaikan dengan gerak yang dibutuhkan usia anak kecil.
c. masalah juara
d. hubungan antara olahraga dan kebudayaan.
5. John C. Phillips dalam bukunya yang berjudul Sociology of Sport
mengkaji tema-tema yang berhubungan dengan :
a. Olahraga dan kebudayaan
Manfaat transformasi olahraga dan kebudayaan antara lain: Mendukung program masyarakat sehat, mempererat ikatan sosial masyarakat, menjaga identitas budaya bangsa, kebanggaan kolektif bangsa, daya tarik pariwisata dan mendukung terciptanya masyarakat sejahtera. Transformasi Olahraga tradisional bertujuan untuk mengawali restorasi budaya Indonesia sehingga perlahan memperkokoh jati diri bangsa yang seakan pudar.
b. Pertumbuhan dan rasionalisasi dalam olahraga (merujuk pada kesesuaian dengan akal sehat, dan dapat dinalar sesuai dengan kemampuan otak )
c. Pengaruh olahraga terhadap pelakunya ( efek samping dari olahraga terhadap kehidupan sehari-hari )
d. Olahraga dalam lembaga pendidikan
e. Wanita dalam olahraga,( Partisipasi wanita dalam bidang olahraga berkaitan dengan nilai sosial yang terjadi pada masyarakat dipandang dari Kesempatan baru, Aktivitas wanita, Kesehatan dan kebugaran jasmani serta Pemberian penghargaan dan publisitas terhadap atlet wanita.
f. Bisnis olahraga (menjadikan kemampuan sebagai bisnis dalam olahraga ).
6. Abdul Kadir Ateng menawarkan pokok kajian sosiologi olahraga yang meliputi pranata sosial, seperti sekolah, dan proses sosial seperti perkembangan status sosial atau prestise dalam kelompok dan masyarakat.
Berikut ini contoh-contoh sosiologi olahraga yang dinyatakan oleh Abdul Kadir Ateng:
a. Pelepasan emosi (dengan cara yang dapat diterima masyarakat).
Pengaruh-pengaruh negatif dari emosi dalam kegiatan olahraga, antara lain:
1) Gelisah
Gelisah adalah gejala takut atau dapat pula dikatakan taraf takut yang masih ringan.Biasanya rasa gelisah ini terjadi pada saat menjelang pertanndingan akan dimulai. Rasa gelisah akan timbul apabila seseorang itu belum mengalami sendiri apa yang akan dilakukan ataupun adanya persaan sentimen, kebingngan atau ketidak pastian. Rasa gelisah akan dapat berubah menggembirakan manakala penyebab datanngnya rasa gelisah (pertandingan akan dimulai) tertunda pelaksanaanya.
Cara yang baik untuk menghindari atau mengurangi timbulnya kegelisahan adalah dengan jalan merasionalisasikan emosi, yaitu segala hal yang negatif dianggap positif. Hal-hal demikian dapat dilatih, yaitu dengan membiasakan untuk:
(a) Merumuskan persoalan-persoalan yang sebenarnya merupakan sebab timbulnya kegelisahan secara jelas.
(b) Memperhitungkan segala kemungkinan akibat yang terjadi dari yang paling ringan sampai yang terburuk.
(c) Membuat persiapan untuk menghapadapi setiap kemungkinan yang biasanya terjadi dengan segala rumus pemecahannya yang dapat dilakukan baik oleh diri sendiri maupun dengan bantuan orang lain.
(d) Menghadapi persoalan-persoalan dengan rasa siap dan tabah serta percaya pada kemampuan diri sendiri.
Dengan cara –cara tersebut dapat diharapkan kegelisahan yang menjangkiti para olahragawan sedikit demi sedikit dapat dikurangi atau bahkan dapat dihindarkan.
2) Takut
Hampir semua orang mempunyai pengalaman-penaglaman yang menakutkan . Takut biasanya berakar pada pengalaman sebelumnya atau pada masa-masa lampau yang pengaruhnya terhadap tingkah laku dan kepribadian seseorang akan berbekas sepanjang hidup.Takut banyak macamnya, misalnya takut pada binatang, takut sendirian, takut jika berada di depan orang banyak, takut akan timbulnya cidera dan sebagainya. Kegelisahan yang menjangkiti para atlet dapat berubah menjadi ketakutan apabila tidak mendapat penyelesaian yang sebaik-baiknya.Rasa takut dapat memberi pengaruh yang negatif atau yang positif terhadap perkembanagan kepribadian seseorang. Dalam batas-batas yang normal rasa takut akan memberi pengaruh yang positif, karena dengan rasa takut tadi, orang akan lebih berhati-hati terahadap apa yang mereka takuti,misalnya saja dia jadi lebih siap atau sebaliknya mungkin dia lebih menghindari.
Rasa takut lebih baik jangan dimatikan sama sekali,tetapi dikendalaikan. Misalnya seorang atlit yang tidak memiliki ketakuatan terhadap kekalahan dalam pertandingan yang akan diikuti.Ia akan berbuat apa yang dikehendakinya, akhirnya ia akan terseret oleh perasaan ” kalah ya biar”.
Usaha yang kira-kira dirasa terlalu berat untuk meraih keunggulan nilai,cenderung untuk tidak dilaksanakan , karena dianggap terlalu menghabiskan tenaga di samping juga sikap berhati-hati menjadi berkurang. Konsentrasi menjadi buyar dan usaha-usaha untuk mencari kelemahan-kelemahan lawan tidak ada lagi.
Rasa takut juga tidak boleh ditanamkan sehingga menyebabkan orang sama sekali tidak berani mengambil resiko, akhirnya orang tersebut terlalu banyak perhitungan yang kadang-kadang tidak diperlukan. Akibatnya orang tersebut tidak pernah mau mencoba dan berusaha untuk mengatasi ketakutan yang timbul.
Pada kehidupan sehari-hari, rasa takut ini banyak ditimbulkan oleh orang-orang yang justru lebih dewasa, menakut-nakuti anaknya supaya tunduk kepada kehendak oerang yang sudah dewasa tersebut.Kadang-kadang orang tua yang tidak mau sulit-sulit lebih cenderung untuk menakut-nakuti anaknya.Karena anak yang takut lebih mudah dikuasai sesuai dengan tujuan orang yang menakut-nakuti tersebut.Meskipun pada mulanya menakut-nakuti itu hanya bertujuan agar si anak tunduk kepada perintah orang tua saja,tetapi kalau terlanjur sulit untuk disembuhkan, sehingga perkembangan si anak itu sendiri akan terganggu.
Yang paling baik adalah kalau takut itu dikendalikan, artinya tidak ditanamkan , tetapi juga tidak dihilangkan sama sekali. Hal ini memang sulit sampai berapa jauh takut itu harus dikendalikan, karena kalau salah akan menjadi hoby.
Dalam dunia olahraga, rasa takut kalah di dalam batas-batas normal adalah baik, karena dengan demikian seseorang akan mempersiapkan diri untuk menghindari kekalahan.Melatih diri, berusaha mencari kelemahan-kelemahan lawan, penghematan tenaga/penghematan penghamburan tenaga yang tidak perlu dan sebagainya.Jadi jangan sekali-kali mengartikan pengendalian rasa takut sama dengan menanamkan rasa takut.
Menurut beberapa pendapat yang dikumpulkan oleh Reuben B.Frost dari Springfield College mengenai bagaimana harus menangani masalah takut ini, antara lain diajukan beberapa pendapat sebagai berikut:
(a) Mencoba menemukan dan memahami sebab-sebab terjadinya rasa takut.
(b) Mendekati dan mengenali situasi yang ditakuti secara sedikit demi sedikit.
(c) Mempersiapkan diri untuk menghadapi apa yang ditakuti dengan membuat perencanaan yang pasti dan taktik yang tepat guna.
(d) Menguji dan menganalisis alasan-alasan menngapa sampai terjadi ketakutan-ketakutan.
(e) Menolong mencarikan sebab-sebab timbulnya kesulitan-kesulitan yanng ditakuti (adakah pengaruh kecelakaan yang dulu atau memang belum mengenal problemnya).
(f) Menanamkan keakraban antar anggota group dan rasa saling percaya antar anggota (berdiskusi secara bersama-sama).
(g) Memberikan sugesti bahwa orang-orang yang banyak pengalaman selalu memberikan pertolongan kepada yang muda-muda.
(h) Meningkatkan kekuatan dan keterampilan (skill).
(i) Kerjakan sesuatu yang dapat menghilangkan rasa takut.
Kebanyakan rasa takut akan lenyap pada waktu kegiatan-kegiatan yang ditakutkan itu telah dilakukan.
3) Marah
Marah dapat dikatakan sebagai reaksi kuat atas sesuatu yang tidak menyenangkan dan mengganggu pada seseorang. Ragamnya mulai dari kejengkelan yang ringan sampai angkara murka dan mengamuk.
Ketika itu terjadi maka detak debar jantung semakin cepat, tekanan darah dan aliran adrenalin juga meningkat. Kalau sudah begini bisa-bisa perubahan psikologis akan menyebabkan timbulnya reaksi agresif dan pelakuan kasar dari sang pemarah.
Walau bersifat alami dan normal namun marah tidak timbul dengan sendirinya Ia merupakan respon dari seseorang ketika mendapat ancaman, hal yang membahayakan, kekerasan verbal, perlakuan tidak adil, kebohongan dan manipulasi oleh orang lain. Dengan kata lain marah timbul karena batas-batas emosi yang dimiliki telah terganggu atau terancam. Secara internal, marah bisa terjadi ketika menghadapi masalah-masalah pribasi, mengingat peristiwa yang sangat mengganggu pikiran, kekecewaan pada situasi lingkungan, kurang percaya diri,dsb. Sementara secara eksternal, marah bisa timbul karena,hak-hak pribadinya diperlakukan tidak adil dan mendapat ancaman.
Karena sifat marah memerlukan spontanitas dan ditujukan dalam bentuk-bentuk agresifitas, maka jalan paling baik kalau atlit-atlit tersebut dapat menghambat spontanitas dan mengurangi bentuk-bentuk agresifitasnya, artinya menaggapi kemarahan itu dengan usaha-usaha yang positif. Kalau olahraga yang dapat time-out lebih baik diambil time out dulu agar spontanitas kemarahan itu tertunda pelaksanaannya.
Meskipun hanya beberapa detik, biasanya sudah cukup untuk mengurangi derajat kemarahan.Kadang-kadang seseorang yang marah dapat mengurangi kemarahannyadengan mengambil nafas dalam-dalam-dalam beberapa kali dengan menghitung sampai beberapa puluh atau menghadapi kemarahan itu dengan senyuman,dan masih banyak lagi jalan yang ditempuh untuk mengurangi kemarahan tersebut.
Dalam pertandingan –pertandingan adalah sukar untuk dapat menghilangkan sumber dari kemarahan, sebab dalam dunia olahraga memancing kemarahan lawan adalah disengaja dengan harapan kalau lawan itu sudah tidak sadar lagi akibatnya dia ingin tetap bermain keras yang dapat mengakibatkan banyaknya energi yang dikeluarkan sehingga pada suatu saat dia akan kehabisan tenaga dan akan mudah dikalahkan.
Hal-hal seperti tersebut di atas harus disadari,dimengerti dan dikenali oleh para olahragawan, jangan sampai dia terpancing oleh siasat lawan untuk menjadi marah.Ingat marah memang dapat menimbulkan tenaga yang luar biasa,tetapi jangan sampai mengakibatkan hilangnya pertimbangan akal dalam menyalurkan timbulnya tenaga tersebut.Memanfaatkan tenaga tambahan itu, untuk usaha-usaha yang produktif. Untuk mengurangi akibat-akibat negatif yang dapat ditimbulkan oleh kemarahan perlu dicari bagaimana cara merendahkan kemarahan yang terjadi. Hal ini dapat diusahakan dengan cara:
(a) Menghambat spontannitas tindak kemarahan.
(b) Mengurangi agresifitas tindakan.
(c) Menanggapi kemaran dengan usaha-usaha yang positif.
(d) Melupakan atau menghilangkan / menghindari sumber kemarahan.
b. Pembentukan pribadi (mengembangkan identitas diri)
Keprihatinan terhadap fenomena degradasi moral dan karakter bangsa makin terasa akut dari masa ke masa Di kalangan masyarakat makin mewabah patologi sosial dan penyalahartian praktik kehidupan demokrasi dengan kebebasan tanpa aturan. Selain itu juga ada perkembangan sentimen kedaerahan dan kesu-kubangsaan yang makin meluncurkan semangat nasionalisme, maraknya kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia, terhadinya degradasi lingkungan, radikalisme atas nama puritanisme dan otensitas agama.
Banyak kalangan berpandangan bahwa problem multidimensional ini harus dipikul oleh institusi pendidikan. Berbeda dengan peran pendidikan di negara-negara maju yang lebih terbatas pada transfer ilmu pengetahuan, pendidikan di Indonesia memikul beban ganda. Beban ganda itu ialah tidak saja transformasi pengetahuan, tetapi ditambah lagi dengan en-kulturasi berbagai bidang kehidupan, termasuk pembentukan karakter dan kepribadian dalam kerangka nation and character building.
Sayangnya, meski secara konseptual pokok pikiran ini relatif lebih mudah dirumuskan, tetapi praktiknya sungguh rumit. Anatominya meliputi horizon yang amat luas ada perilaku moral, nilai moral, karakter, emosi, logika moral, dan penggalian identitas. Moral karakter berhubungan erat dengan perilaku dan nilai-nilai yang dapat didefinisikan sebagai sikap yang konsisten untuk merespons situasi melalui ciri-ciri seperti kebaikan hati, kejujuran, sportivi-tas, tanggung jawab, dan penghargaan kepada orang lain (Lickona. 1997).
Bagaimana membudayakan perilaku dan nilai-nilai tersebut? Dalam tulisan ini dideskripsikan bahwa melalui pendidikan olahraga, yang selama ini banyak dipandang sebelah mata, temya-ta banyak nilai perilaku yang secara riil dapat diwujudkan apabila direncanakan secara sistematis.
1) Nilai Dasar
Dalam kehidupan sehari-hari olahraga sering disikapi sebagai media hiburan, pengisi waktu luang, senam, rekreasi, kegiatan sosialisasi, dan meningkatkan derajat kesehatan. Secara fisik olahraga memang terbukti dapat mengurangi risiko terserang penyakit, meningkatkan kebugaran, memperkuat tulang, mengatur berat badan, dan mengembangkan keterampilan. Sayangnya, nilai-nilai yang lebih penting dalam konteks pendidikan dan psikologi, yaitu pembentukan karakter dan kepribadian, masih kurang disadari.
Kepribadian, sosialisasi, dan pendidikan kesehatan, serta kewarganegaraan hakikatnya adalah agenda penting dalam proses pendidikan. Sebagaimana pentingnya membaca, menulis, dan berhitung, saat ini perlu ditambahkan lagi dengan respect and responsibility Mengapa? Sebab, sesungguhnya dalam perspektif sejarah sudah sejak lama pendidikan jasmani dan olahraga dijadikan andalan sebagai wahana yang efektif untuk pembentukan watak, karakter, dan kepribadian. Bahkan pem-bentukan sifat kepemimpinan seseorang dapat dicapai melalui media ini.
Dalam ruang lingkup kehidupan masyarakat, orang tua mengharapkan generasi baru memahami norma salah-benar, kearifan dalam hidup bermasyarakat, memiliki sikap sportif, disiplin, serta taat asas dalam tata pergaulan. Hidup bersama melalui aktivitas olahraga bagi anak-anak dapat memberi pelajaran bahwa permainan dengan tata aturan tertentu dapat menguntungkan semua pihak dan mencegah konflik perbedaan pandangan. Anak-anak juga dapat belajar bersosialisasi melalui permainan-permainan, yang sayangnya fasilitas seperti ini nyaris luput dari perhatian layanan publik.
Padahal melalui aktivitas seperti ini, mereka yang memiliki minat sejenis dapat berbagi pengalaman dalam common ground yang dapat ditransformasikan melalui komunikasi dan interaksi yang kohesif.Peran olahraga kian penting dan strategis dalam konteks pengembangan kualitas SDM yang sehat, mandiri, bertanggung jawab, dan memiliki sifat kompetitif yang tinggi.
Selain itu juga penting dalam pengembangan identitas, nasionalisme, dan kemandirian bangsa. Olahraga yang dikelola secara professional akan mampu mengangkat martabat bangsa dalam percaturan internasional.
Sejarah telah mencatat bahwa olahraga dapat menjadi media pendidikan atau menjadi ikon bisnis dan industri yang prospektif. Olahraga secara potensial dan aktual dapat men-jadi rujukan yang efektif bagi pembentukan watak kepribadian dan karakter masyarakat.
2) Fair Play
Olahraga dengan segala aspek dan dimensinya, lebih-lebih yang mengandung unsur pertandingan dan kompetisi, harus disertai dengan sikap dan perilaku berdasarkan kesadaran moral. Implementasi pertandingan tidak terbatas pada ketentuan yang tersurat, tetapi juga kesanggupan mental menggunakan akal sehat. Kepatutan tindakan itu bersumber dari hati nurani yang disebut dengan istilah fair play.
Dalam dua tahun terakhir, model kompetisi yang dijiwai fair play telah diimplementasikan pada kompetisi nasional dalam forum Olimpiade Olahraga Sekolah Nasional (O2SN) dan forum internasional, yaitu ASEAN Primary School Sport Olympiade (APSSO). Hasilnya sungguh menggembirakan karena penerapan tersebut berimplikasi pada perilaku peserta kompetisi yang lebih mencerminkan jiwa sportivitas, kejujuran, persahabatan, rasa hormat, dan tanggung jawab dengan segala dimensinya.
Dalam kode fair play terkandung makna bahwa setiap penyelenggaraan olahraga harus dijiwai oleh semangat kejujuran dan tunduk pada tata aturan, baik yang tersurat maupun tersirat Setiap pertandingan harus menjunjung tinggi sportivitas, menghormati keputusan wa-sit/juri, serta menghargai lawan, baik saat bertanding maupun di luar arena pertandingan.Kemenangan dalam suatu pertandingan, meski penting, tetapi ada yang lebih penting lagi, yaitu menampilkan keterampilan terbaik dengan semangat persahabatan Lawan bertanding sejatinya adalah juga kawan bermain.Tidaklah diragukan bahwa pendidikan olahraga adalah wahana yang sangat ampuh bagi persemaian karakter dan kepribadian anak bangsa apabila dikembangkan secara sistematis.
Olahraga mengandung dimensi nilai dan perilaku positif yang multidimensional.
Pertama, sikap sportif, kejujuran, menghargai teman dan saling mendukung, membantu dan penuh semangat kompetitif.
Kedua, sikap kerja sama, team work, saling percaya, berbagi, saling ketergantungan, dan kecakapan membuat keputusan bertindak. Ketiga, sikap dan watak yang senantiasa optimistis, antusias, partisipasi!", gembira, dan humoris. Keempat, pengembangan individu yang kreatif, penuh inisiatif, kepemimpinan, determinasi, kerja keras, kepercayaan diri, kebebasan bertindak, dan kepuasan diri.
c. Kontrol sosial (penyerasian dan kemampuan prediksi)
Kata kontrol sosial berasal dari kata ‘Social control’ atau sistem pengendalian sosial dalam percakapan sehari-hari diartikan sebagai pengawasan oleh masyarakat terhadap jalannya pemerintahan, khususnya pemerintah beserta aparatnya.
Soekanto (1990), menjelaskan bahwa arti sesungguhnya dari pengendalian sosial jauh lebih luas. Dalam pengertian pengendalian sosial tercakup segala proses (direncanakan/tidak), bersifat mendidik, mengajak atau bahkan memaksa warga masyarakat agar mematuhi kaidah-kaidah dan nilai sosial yang berlaku.
Dari penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa pengendalian sosial adalah suatu tindakan seseorang/kelompok yang dilakukan melalui proses terencana maupun tidak dengan tujuan untuk mendidik, mengajak (paksaan/tidak) untuk mematuhi kaidah dan nilai sosial tertentu yang dianggap benar pada saat itu.
Selain itu perlu diketahui pula bahwa tindakan pengendalian sosial dapat dilakukan antara (1) individu (i) terhadap individu lain, (2) individu terhadap kelompok (k), (3)kelompok terhadap kelompok, dan (4)kelompok terhadap individu.
d. Sosialisasi (membangun perilaku dan nilai-nilai bersama yang sesuai)
e. Perubahan sosial
• Interaksi sosial : berhubungan / berinteraksi melalui pembicaraan, perkumpulan, pergaulan, baik dalam organisasi dan masyarakat.
• Asimilasi (sosial) : bercampurnya 2 kebudayaan dalam masyarakat setempat (contoh : dalam satu negara atau dalam satu keluarga, sehingga tercipta suatu budaya baru.
• Gerak sosial (Mobilitas sosial) adalah Proses perpindahan posisi atau status sosial yang dialami oleh seseorang atau sekelompok orang dalam struktur sosial masyarakat inilah yang disebut gerak sosial atau mobilitas sosial (social mobility).
f. Kesadaran (pola tingkah laku yang benar)
g. Keberhasilan (cara pencapaian dengan turut aktif atau sebagai penikmat)
Dalam bidang penelitian, sosiologi olahraga membuka peluang bagi pengkajian topik yang berkenaan dengan pranata sosial seperti sekolah dan kehidupan politik, stratifikasi sosial, penonton dan motivnya, sosialisasi, etika bertanding, dan masih banyak lagi. Beberapa isu pokok yang dicoba angkat adalah masalah hubungan individu dan kelompok dalam olahraga yang berkaitan dengan peranan dan isu gender, masalah ras, agama, nilai, norma, aspek politik, ekonomi, dan rasionalisasi kegiatan olahraga di negara maju.
BAB III
KESIMPULAN
Olahraga sebagai suatu aktivitas yang melibatkan banyak pihak telah disikapi secara dinamis dari pemahaman terhadap yang dianggap sebagai aktivitas primitive untuk mempertahankan hidup berubah menjadi proses sosial yang menghasilkan karakteristik perilaku dalam bersaing dan bekerja sama membangun suatu permainan yang dinaungi oleh nilai, norma, dan pranata lembaga. Kajian sosiologis yang berkaitan dengan kelompok sosial dapat dikenakan pada olahraga berdasarkan pada beberapa hal yakni situasi kondisi dan struktur, serta fungsi kelompok olahraga. Sarat dengan situasi dan kondisi yang kental akan persaingan dan tata aturan yang relative ketat sehingga tercipta rasa senang, santai, dan gembira. Berangkat dari paparan diatas, bentuk interaksi sosial dapat berupa kerja.
sama, persaingan dan pertikaian, sehingga membutuhkan penyelesaian sementara waktu, menyadari keterkaitan dan keterikatannya dengan individu lain. Manusia membentuk kelompok sosial untuk memecahkan masalah hidupnya dengan mengunakan pendekatan ilmu sosiologi. Olahraga telah diapresiasikn sedemikian tinggi sebagai media untuk menunjukkan hegemoni, sehingga untuk menyelenggarakan,dan menciptakan para pelakunya, telah diupayakan berbagai pendekatan dengan melibatkan berbagai disiplin ilmu, yang disebut pendekatan interdisiplin adalah pendekatan yang didasarkan pada pengetahuan dari ilmu psikologi, sosiologi, anatomi, dan fisiologi. Sedangkan pendekatan crosdisiplin adalah pendekatan yang difokuskan pada ilmu motor learning, psikologi olahraga, dan sosiologi olahraga.
DAFTAR PUSTAKA
Sapto Adi Dan Mu’arifin (2007)“Sosiologi Olahraga”Upt Perpus Um, Malang
Bouman, P.J. (1976) Sosiologi, Pengertian Dan Masalah. Yogyakarta, Penerbit Yayasan Kanisius.
Early Socialization” Wiggins, Wiggins & Zanden, 1994
H.Gunawan, Ary. 2006. Sosiologi Pendidikan Suatu Analisis Sosiologi Tentang Berbagai Problem Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Hartoto. 2008. Defenisi Sosiologi Pendidikan. Online (Http://Www.Fatamorghana. Wordpress.Com, Diakses 20 Maret 2008).
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kajian olahraga terhadap ilmu olahraga diawali dengan keterlibatan sosiologi sebagai salah satu ilmu yang digunakan untuk mengkaji fenomena keolahragaan. Konsep sosiologi dipaparkan sebagai dasar untuk memahami konsep-konsep sosiologi olahraga, khususnya berkaitan dengan proses sosial yang menyebabkan terjadinya dinamika dan perubahan nilai keolahragaan dari waktu ke waktu. Fenomena olahraga mengalami perkembangan begitu pesat sampai kedalam seluruh aspek olahraga. Olahraga tidak hanya dilakukan untuk tujuan kebugaran badan dan kesehatan, tetapi juga menjangkau aspek politik, ekonomi, sosial,dan budaya. Oleh karenanya pemecahan masalah dalam olahraga dilakukan dengan pendekatan inter-disiplin, dan salah satu disiplin ilmu yang dimanfaatkan adalah sosiologi.
Dari sisi pelaku dan proses sosial yang terbentuk, semakin memantapkan keyakinan bahwa olahraga merupakan kegiatan yang kecil dan dilakukan dalam perikehidupan masyarakat, artinya fenomena-fenomena sosial yang terjadi dalam masyarakat telah tercermin dalam aktivitas olahraga dengan terdapatnya nilai, norma, pranata, kelompok, lembaga, peranan, status, dan komunitas.
Sosiologi berupaya mempelajari masyarakat dipandang dari aspek hubungan antar individu atau kelompok secara dinamis, sehingga terjadi perubahan-perubahan sebagai wujud terbentuknya dan terwarisinya tata nilai dan budaya bagi kesejahteraan pelakunya untuk peningkatan harkat dan martabat kemanusiaan secara utuh menyeluruh.
B. Tujuan
Sosiologi secara umum sudah dikenal sebagai ilmu yang mempelajari tentang bagaimana cara bersosialisasi, berinteraksi, dan berhubungan dalam kehidupan sehari-hari, baik itu dilingkungan keluarga, pergaulan ataupun dalam masyarakat umum. Namun untuk olahraga, sosiologi sebagai ilmu terapan yang mengkaji secara khusus.
Oleh karena itu,makalah ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan ilmu sosiologi yang berdasarkan atas kajian beberapa teori para ahli, yang dihubungkan dengan olahraga.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Sosiologi
1. Sosial
Sosial dapat berarti kemasyarakatan.
a. struktur sosial - urutan derajat kelas sosial dalam masyarakat mulai dari terendah sampai tertinggi. Contoh: kasta.
b. diferensiasi sosial - suatu sistem kelas sosial dengan sistem linear atau tanpa membeda-bedakan tinggi-rendahnya kelas sosial itu sendiri. Contoh: agama.
c. integrasi sosial - pembauran dalam masyarakat, bisa berbentuk asimilasi, akulturasi, kerjasama, maupun akomodasi.
2. Sosialisasi
Sosialisasi adalah sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat. Sejumlah sosiolog menyebut sosialisasi sebagai teori mengenai peranan (role theory). Karena dalam proses sosialisasi diajarkan peran-peran yang harus dijalankan oleh individu.
a. Tipe sosialisasi
Setiap kelompok masyarakat mempunyai standar dan nilai yang berbeda. contoh, standar 'apakah seseorang itu baik atau tidak' di sekolah dengan di kelompok sepermainan tentu berbeda. Di sekolah, misalnya, seseorang disebut baik apabila nilai ulangannya di atas tujuh atau tidak pernah terlambat masuk sekolah. Sementara di kelompok sepermainan, seseorang disebut baik apabila solider dengan teman atau saling membantu. Perbedaan standar dan nilai pun tidak terlepas dari tipe sosialisasi yang ada. Ada dua tipe sosialisasi. Kedua tipe sosialisasi tersebut adalah sebagai berikut.
1) Formal
Sosialisasi tipe ini terjadi melalui lembaga-lembaga yang berwenang menurut ketentuan yang berlaku dalam negara, seperti pendidikan di sekolah dan pendidikan militer.
2) Informal
Sosialisasi tipe ini terdapat di masyarakat atau dalam pergaulan yang bersifat kekeluargaan, seperti antara teman, sahabat, sesama anggota klub, dan kelompok-kelompok sosial yang ada di dalam masyarakat.
Baik sosialisasi formal maupun sosialisasi informal tetap mengarah kepada pertumbuhan pribadi anak agar sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di lingkungannya. Dalam lingkungan formal seperti di sekolah, seorang siswa bergaul dengan teman sekolahnya dan berinteraksi dengan guru dan karyawan sekolahnya. Dalam interaksi tersebut, ia mengalami proses sosialisasi. dengan adanya proses soialisasi tersebut, siswa akan disadarkan tentang peranan apa yang harus ia lakukan. Siswa juga diharapkan mempunyai kesadaran dalam dirinya untuk menilai dirinya sendiri. Misalnya, apakah saya ini termasuk anak yang baik dan disukai teman atau tidak? Apakah perliaku saya sudah pantas atau tidak ?
Meskipun proses sosialisasi dipisahkan secara formal dan informal, namun hasilnya sangat sulit untuk dipisah-pisahkan karena individu biasanya mendapat sosialisasi formal dan informal sekaligus.
b. Proses Sosisalisasi
1) Agen Sosial
Anak belajar berperilaku melalui social learning. Yang termasuk agen sosial adalah guru, pelatih, teman sejawat, anggota keluarga dan atlet ternama.
Faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi pria dan wanita dalam olahraga :
• proses untuk memperlakukan anak pria dengan wanita dalam cara yang berbeda.
• Pengaruh langsung dari sikap perlakuan orang tua, termasuk masyarakat luas.
2) Situasi Sosial
Faktor lain yang berpengaruh terhadap partisipasi dalam olahraga dan keterampilan berolahraga ialah lingkungan fiskal dimana kegiatan bermain atau berolahraga dilakukan.
3) Karakteristik Personal
Bagaimana persepsi anak tentang kemampuan nya dalam olahraga dianggap berpengaruh terhadap keterlibatannya dalam kegiatan tersebut.
c. Menurut Charles H. Cooley
Cooley lebih menekankan peranan interaksi dalam teorinya. Menurut dia, Konsep Diri (self concept) seseorang berkembang melalui interaksinya dengan orang lain. Sesuatu yang kemudian disebut looking-glass self terbentuk melalui tiga tahapan sebagai berikut.
1) Kita membayangkan bagaimana kita di mata orang lain.
Seorang anak merasa dirinya sebagai anak yang paling hebat dan yang paling pintar karena sang anak memiliki prestasi di kelas dan selalu menang di berbagai lomba.
2) Kita membayangkan bagaimana orang lain menilai kita.
Dengan pandangan bahwa si anak adalah anak yang hebat, sang anak membayangkan pandangan orang lain terhadapnya. Ia merasa orang lain selalu memuji dia, selalu percaya pada tindakannya. Perasaan ini bisa muncul dari perlakuan orang terhadap dirinya. MIsalnya, gurunya selalu mengikutsertakan dirinya dalam berbagai lomba atau orang tuanya selalu memamerkannya kepada orang lain. Ingatlah bahwa pandangan ini belum tentu benar. Sang anak mungkin merasa dirinya hebat padahal bila dibandingkan dengan orang lain, ia tidak ada apa-apanya. Perasaan hebat ini bisa jadi menurun kalau sang anak memperoleh informasi dari orang lain bahwa ada anak yang lebih hebat dari dia.
3) Bagaimana perasaan kita sebagai akibat dari penilaian tersebut.
Dengan adanya penilaian bahwa sang anak adalah anak yang hebat, timbul perasaan bangga dan penuh percaya diri.
Ketiga tahapan di atas berkaitan erat dengan teori labeling, dimana seseorang akan berusaha memainkan peran sosial sesuai dengan apa penilaian orang terhadapnya. Jika seorang anak dicap "nakal", maka ada kemungkinan ia akan memainkan peran sebagai "anak nakal" sesuai dengan penilaian orang terhadapnya, walaupun penilaian itu belum tentu kebenarannya.
3. Sosiologi
Sosiologi berasal dari bahasa Latin yaitu Socius yang berarti kawan, teman sedangkan Logos berarti ilmu pengetahuan. Ungkapan ini dipublikasikan dan diungkapkan pertama kalinya dalam buku yang berjudul "Cours De Philosophie Positive" karangan August Comte (1798-1857). Walaupun banyak definisi tentang sosiologi namun umumnya sosiologi dikenal sebagai ilmu pengetahuan tentang masyarakat.
Masyarakat adalah sekelompok individu yang mempunyai hubungan, memiliki kepentingan bersama, dan memiliki budaya. Sosiologi hendak mempelajari masyarakat, perilaku masyarakat, dan perilaku sosial manusia dengan mengamati perilaku kelompok yang dibangunnya. Sebagai sebuah ilmu, sosiologi merupakan pengetahuan kemasyarakatan yang tersusun dari hasil-hasil pemikiran ilmiah dan dapat di kontrol secara kritis oleh orang lain atau umum.
Sebagai ilmu yang mempelajari fenomena masyarakat yang dipandang dari sudut hubungan antar manusia yang terwujud dalam suatu proses sosial yang didalamnya melibatkan dan memunculkan struktur sosial, nilai, norma, pranata, peranan, status, individu, kelompok, komunitas, dan masyarakat, sosiologi telah memberi kontribusi pada disiplin ilmu lain untuk keperluan praktis dalam mengkaji dan memecahkan masalah yang muncul. Hasil kajian tersebut digunakan sebagai landasan dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pembinaan dan pengembangan disiplin ilmu terkait.
B. Sosiologi Olahraga
Sosiologi olahraga merupakan sosiologi terapan yang dikenakan pada olahraga, sehingga dapat dikatakan sebagai sosiologi khusus yang berusaha menaruh perhatian pada permasalahan olahraga. Sebagai ilmu terapan, sosiologi olahraga merupakan gabungan dari dua disiplin ilmu, yaitu sosiologi dan olahraga, yang oleh Donald Chu disebut sebagai perpaduan antara sosiologi dan olahraga.
Sebagai ilmu murni yang bersifat non-etis, teori-teori sosiologi berpeluang untuk dicercap oleh disiplin ilmu lain, dan sebagai disiplin ilmu yang relatif baru, olahraga masih menggunakan teori-teori dari disiplin ilmu lain untuk menyusun teori ataupun hukum-hukum keilmuannya. Dalam hal ini ilmu olahraga bersifat integratif, yaitu berusaha menerima dan mengkombinasikan secara selaras keberadaan ilmu lain untuk mengkaji permsalahan yang dihadapi.
Sosiologi olahraga berupaya membahas perilaku sosial manusia, baik sebagai individu maupun kelompok, dalam situasi olahraga, artinya, saat melakukan kegiatan olahraga, pada dasarnya manusia melakukan kegiatan sosial yang berupa interaksi sosial dengan manusia lainnya.
Dalam berinteraksi ia terikat oleh nilai atau norma yang berlaku pada komunitas dimana ia berada dan pranata-pranata yang berlaku pada cabang olahraga yang sedang dilakukan.
Pelanggaran terhadap nilai dan norma atau perilaku yang menyimpang dari peran yang dimainkannya akan berakibat adanya sangsi, penentuan jenis sangsi ini ditentutan atas kesepakatan bersama, atau aturan yang telah dibakukan, kesemuanya itu dilakukan agar aktivitas olahraga yang dimainkan bisa berjalan secara aman, tertib dan lancar.
Latar belakang munculnya kajian sosiologi olahraga ini dapat dikaji dari fenomena yang ada dalam dunia keolahragaan, yaitu: pertama ilmu keolahragaan menggunakan pendekatan inter-disiplin dan cross-disiplin dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi, kedua, telah diyakini dan diakui kebenarannya suatu teori yang menyatakan: “sport is reflect the social condition” atau “ sport is mirror of society”.
Sebagai disiplin ilmu baru, dan masih dalam proses memperoleh pengakuan dari komunitas masyarakat ilmuwan, keberadaan olahraga telah berkembang sedemikian pesat. Kajian terhadapnya dilakukan dalam frekuensi dan intensitas yang tinggi, baik secara mikro, maupun makro.
1. Secara mikro
kajian ilmu olahraga difokuskan pada upaya-upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas teori dan hukum pendukung ilmu olahraga, sehingga dihasilkan temuan-temuan yang dapat memperkokoh keberadaan olahraga sebagai fenomena aktivitas gerak insani yang berbentuk pertandingan ataupun perlombaan, guna mencapai prestasi yang tinggi. Kajian secara mikro dilakukan dalam konteks internal keolahragaan, yang secara epistemologi diarahkan pada proses pemerolehan ilmu yang digunakan untuk meningkatkan kualitas gerak insani secara lebih efektif dan efisien.
2. Secara makro
kajian ilmu olahraga diarahkan pada aspek fungsional kegiatan olahraga bagi siapapun yang terlibat langsung maupun tidak langsung, seperti pelaku (atlet), penikmat (penonton), pemerintah, pebisnis dan sebagainya. Pada konteks itu, olahraga dikaji secara aksiologis untuk mengetahui pengaruh olahraga pada pelakunya sendiri atau khalayak luas, terutama pengaruh sosial yang mengakibatkan posisi olahraga tidak lagi dipandang sebagai aktivitas gerak insani an sich, melainkan telah berkembang secara cepat merambah pada aspek-aspek perikehidupan manusia secara luas. Olahraga pada era kini telah diakui keberadaan sebagai suatu fenomena yang tidak lagi steril dari aspek politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
Sehingga tidak berlebihan dikatakan bahwa pemecahan permasalahan dalam olahraga mutlak diperlukan pendekatan dari berbagai disiplin ilmu, salah satunya adalah sosiologi.
Olahraga yang hampir selalu berbentuk permainan yang menarik telah dikaji keberadaan sejak dulu.
• Spencer (1873) menyatakan play as the use of accumulated energy in unused faculties.
• Gross (1898) menyatakan play was role practice for life
• Mc Dougal (1920) menyatakan play was the primitive expression of instincts. Permainan atau play yang telah diformalkan menjadi game telah diakui dapat berfungsi sebagai media untuk mempersiapkan anak untuk berperan sebagai orang dewasa.
• Goerge H. Head (1934) menyatakan games sebagai a medium for the development of the self, sehingga lebih lanjut dikatakan game the extend of man.
Beragam kondisi obyektif di masyarakat dapat dijadikan bukti bahwa olahraga telah merambah pada kehidupan sosial manusia, misalnya: tak ada satupun media massa yang tidak memuat berita olahraga, bahkan di Amerika telah diyakini bahwa tanpa berita olahraga, banyak massa media yang akan bangkrut, karena tidak akan dibaca oleh khalayak.
Suatu pertandingan atau perlombaan olahraga telah menyita perhatian berjuta manusia sebagai penikmatnya, telah memakan jutaan dolar untuk penyelenggaraannya, belum lagi tenaga dan waktu yang tersita untuk melaksanakan atau menikmatinya.
Pengaruh olahraga di masyarakat tidak sekedar penghayatan menang atau kalah, tetapi lebih luas lagi menyangkut harga diri, kebanggaan, penyaluran potensi-potensi destruktif, bahkan pada komunitas tertentu, olahraga telah diakui kesejajarannya dengan agama. Dari paparan tersebut, olahraga telah diakui sebagai mikrokosmos kehidupan masyarakat. Upaya pengkajian terhadap masyarakat sebagai whole system dapat dilakukan dengan mengakaji fenomena olahraga sebagai part systemnya. Oleh karena itu, memecahkan masalah olahraga merupakan suatu upaya pendekatan terhadap masyarakat luas, dan ini hanya mampu dilakukan dengan menggunakan sosiologi sebagai salah satu disiplin ilmu yang dilibatkan.
C. Bidang Kajian Sosiologi Olahraga
Bidang kajian sosiologi olahraga sangat luas, mengingat hal itu, para ahli terkait berupaya mencari batasan-batasan bidang kajian yang relevan, misalnya:
1. Heizemann menyatakan bagian dari teori sosiologi yang dimasukkan dalam ilmu olahraga meliputi:
a. Sistem sosial yang bersangkutan dengan garis-garis sosial dalam kehidupan bersama, seperti kelompok olahraga, tim, klub dan sebagainya.
b. Masalah figur sosial, seperti figur olahragawan, pembina, yang berkaitan dengan usia, pendidikan, pengalaman dan sebagainya.
2. Plessner dalam studi sosiologi olahraga menekankan pentingnya perhatian yang harus diarahkan pada pengembangan olahraga dan kehidupan dalam industri modern dengan mengkaji teori kompensasi.
3. Philips dan Madge menulis buku “Women and Sport” menguraikan tentang fenomena kewanitaan yang aktif melakukan dipandang daris sudut sosiologi.
wanita dan olahraga
Partisipasi wanita dalam bidang olahraga sudah dimulai sejak tahun 70 an. Dan perubahan tersebut terjadi dengan cukup drastis.
Ada beberapa alasan yang mengemukakan antara lain adanya perubahan yang terjadi berkaitan dengan nilai sosial yang terjadi pada masyarakat, terutama dinegara-negara industri. Perubahan tersebut yakni berkaitan dengan peningkatan:
1. Kesempatan baru
Kesadaran adanya kesepatan baru yang cukup menantang ini semakin mengundang kehadiran para remaja putri untuk ikut mengambl bagian dalam kegiatan olahraga disekolah.
2. Kebijakan pemerintah
perkumpulan olahraga kaumwanita pada tahun 1980. setelah enamtahun kemudian publikasi yang menyoroti kaum wanita dalam olahraga mulai banyak diedarkan, Serta banyaknya kebijakan benyak memberikan kesempatan bagi kaum wanita untuk berpartisipasi aktif dalam olahraga.
3. Aktivitas wanita
Aktivitas wanita muncul karena adanya gagasan bahwa kaum wanita memiliki kesempatan dan kemampuan yang sama dengan kaum laki-laki memandang perempuan dari segala tingkat dan kalangan untuk lebih berpartisipasi dan menunjukan kemampuannya dalam kegiatan olahraga (Fleskin, 1974).
4. Kesehatan dan kebugaran jasmani
Meningkatnya kesadaran kaum perempuan akan pentingnya kesehatah dan kebugaran jasmani pada pertengahan 70 an mendorong kaum wanita untuk mengambil bagian dalam aktivitas fisik, termasuk olahraga.
5. Pemberian penghargaan dan publisitas terhadap atlet wanita
Dalam beraktivitas olahraga banyak kita jumpai kaum perempuan yang diberi penghargaan, apabila meraih prestasi dalam bidang olahraga.
4. G. Magname yang menulis buku “Sosiologie Van de Sport” menguraikan tentang kedudukan olahraga dalam :
a. kehidupan sehari-hari
Olahraga adalah kebutuhan primer manusia, dan harus dijadikan prioritas dalam kehidupan sehari hari. Olahraga yang effektif adalah olahraga yang berkeringat sampai pada level zona latihan. Kesibukan kerja selama lima hari berturut turut sebaiknya diimbangi dengan olahraga pada hari libur sabtu dan minggu.
Gerak adalah ciri kehidupan. Tiada hidup tanpa gerak. Apa guna hidup bila tak mampu bergerak. Memelihara gerak adalah mempertahankan hidup, meningkatkan kemampuan gerak adalah meningkatkan kualitas hidup. Oleh karena itu : Bergeraklah untuk lebih hidup, jangan hanya bergerak karena masih hidup.
Olahraga adalah serangkaian gerak raga yang teratur dan terencana untuk memelihara gerak (mempertahankan hidup) dan meningkatkan kemampuan gerak (meningkatkan kualitas hidup). Seperti halnya makan, Olahraga merupakan kebutuhan hidup yang sifatnya periodik; artinya Olahraga sebagai alat untuk memelihara dan membina kesehatan, tidak dapat ditinggalkan.
Olahraga merupakan alat untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan jasmani, rohani dan sosial. Struktur anatomis-anthropometris dan fungsi fisiologisnya, stabilitas emosional dan kecerdasan intelektualnya maupun kemampuannya bersosialisasi dengan lingkungannya nyata lebih unggul pada siswa-siswa yang aktif mengikuti kegiatan Penjas-Or dari pada siswa-siswa yang tidak aktif mengikuti Penjas-Or (Renstrom & Roux 1988, dalam A.S.Watson : Children in Sport dalam Bloomfield,J, Fricker P.A. and Fitch,K.D., 1992).
b. masalah olahraga rekreasi
1. Olaharaga rekreasi adalah jenis kegiatan olahraga yang dilakukan pada waktu senggang atau waktu-waktu luang.
2. Menurut Kusnadi (2002:4) Pengertian Olahraga Rekreasi adalah olahraga yang dilakukan untuk tujuan rekreasi.
3. Menurut Haryono (19978:10) Olahraga rekreasi adalah kegiatan fisik yang dilakukan pada waktu senggang berdasarkan keinginan atau kehendak yang timbul karena memberi kepuasan atau kesenangan.
4. Menurut Herbert Hagg (1994) “Rekreational sport / leisure time sports are formd of physical activity in leisure under a time perspective. It comprises sport after work, on weekends, in vacations, in retirement, or during periods of (unfortunate) unemployment”.
5. Menurut Nurlan Kusmaedi (2002:4) olahraga rekreasi adalah kegiatan olahraga yang ditujukan untuk rekreasi atau wisata.
6. Menurut Aip Syaifuddin (Belajar aktif Pendidikan Jasmani dan Kesehatan SMP, Jakarta, Grasindo.1990) Olahraga rekreasi adalah jenis kegiatan olahraga yang dilakukan pada waktu senggang atau waktu-waktu luang.
7. Pengertian rekreasi olahraga suatu kegiatan ynag menyenangkan yang mengandung unsur gerak positif.
8. Rekreasi Olahraga adalah aktivitas indoor maupun outdoor yang didominasi unsur-unsur olahraga (gerak) sehingga dapat menyenangkan
Sasaran rekreasi olahraga yaitu semua kalangan masyarakat, olahraga sesuai dengan usia contoh hiking dilakukan oleh anak usia dewasa bukan dilakukan untuk anak kecil. Dan untuk anak kecil dapat disesuaikan dengan gerak yang dibutuhkan usia anak kecil.
c. masalah juara
d. hubungan antara olahraga dan kebudayaan.
5. John C. Phillips dalam bukunya yang berjudul Sociology of Sport
mengkaji tema-tema yang berhubungan dengan :
a. Olahraga dan kebudayaan
Manfaat transformasi olahraga dan kebudayaan antara lain: Mendukung program masyarakat sehat, mempererat ikatan sosial masyarakat, menjaga identitas budaya bangsa, kebanggaan kolektif bangsa, daya tarik pariwisata dan mendukung terciptanya masyarakat sejahtera. Transformasi Olahraga tradisional bertujuan untuk mengawali restorasi budaya Indonesia sehingga perlahan memperkokoh jati diri bangsa yang seakan pudar.
b. Pertumbuhan dan rasionalisasi dalam olahraga (merujuk pada kesesuaian dengan akal sehat, dan dapat dinalar sesuai dengan kemampuan otak )
c. Pengaruh olahraga terhadap pelakunya ( efek samping dari olahraga terhadap kehidupan sehari-hari )
d. Olahraga dalam lembaga pendidikan
e. Wanita dalam olahraga,( Partisipasi wanita dalam bidang olahraga berkaitan dengan nilai sosial yang terjadi pada masyarakat dipandang dari Kesempatan baru, Aktivitas wanita, Kesehatan dan kebugaran jasmani serta Pemberian penghargaan dan publisitas terhadap atlet wanita.
f. Bisnis olahraga (menjadikan kemampuan sebagai bisnis dalam olahraga ).
6. Abdul Kadir Ateng menawarkan pokok kajian sosiologi olahraga yang meliputi pranata sosial, seperti sekolah, dan proses sosial seperti perkembangan status sosial atau prestise dalam kelompok dan masyarakat.
Berikut ini contoh-contoh sosiologi olahraga yang dinyatakan oleh Abdul Kadir Ateng:
a. Pelepasan emosi (dengan cara yang dapat diterima masyarakat).
Pengaruh-pengaruh negatif dari emosi dalam kegiatan olahraga, antara lain:
1) Gelisah
Gelisah adalah gejala takut atau dapat pula dikatakan taraf takut yang masih ringan.Biasanya rasa gelisah ini terjadi pada saat menjelang pertanndingan akan dimulai. Rasa gelisah akan timbul apabila seseorang itu belum mengalami sendiri apa yang akan dilakukan ataupun adanya persaan sentimen, kebingngan atau ketidak pastian. Rasa gelisah akan dapat berubah menggembirakan manakala penyebab datanngnya rasa gelisah (pertandingan akan dimulai) tertunda pelaksanaanya.
Cara yang baik untuk menghindari atau mengurangi timbulnya kegelisahan adalah dengan jalan merasionalisasikan emosi, yaitu segala hal yang negatif dianggap positif. Hal-hal demikian dapat dilatih, yaitu dengan membiasakan untuk:
(a) Merumuskan persoalan-persoalan yang sebenarnya merupakan sebab timbulnya kegelisahan secara jelas.
(b) Memperhitungkan segala kemungkinan akibat yang terjadi dari yang paling ringan sampai yang terburuk.
(c) Membuat persiapan untuk menghapadapi setiap kemungkinan yang biasanya terjadi dengan segala rumus pemecahannya yang dapat dilakukan baik oleh diri sendiri maupun dengan bantuan orang lain.
(d) Menghadapi persoalan-persoalan dengan rasa siap dan tabah serta percaya pada kemampuan diri sendiri.
Dengan cara –cara tersebut dapat diharapkan kegelisahan yang menjangkiti para olahragawan sedikit demi sedikit dapat dikurangi atau bahkan dapat dihindarkan.
2) Takut
Hampir semua orang mempunyai pengalaman-penaglaman yang menakutkan . Takut biasanya berakar pada pengalaman sebelumnya atau pada masa-masa lampau yang pengaruhnya terhadap tingkah laku dan kepribadian seseorang akan berbekas sepanjang hidup.Takut banyak macamnya, misalnya takut pada binatang, takut sendirian, takut jika berada di depan orang banyak, takut akan timbulnya cidera dan sebagainya. Kegelisahan yang menjangkiti para atlet dapat berubah menjadi ketakutan apabila tidak mendapat penyelesaian yang sebaik-baiknya.Rasa takut dapat memberi pengaruh yang negatif atau yang positif terhadap perkembanagan kepribadian seseorang. Dalam batas-batas yang normal rasa takut akan memberi pengaruh yang positif, karena dengan rasa takut tadi, orang akan lebih berhati-hati terahadap apa yang mereka takuti,misalnya saja dia jadi lebih siap atau sebaliknya mungkin dia lebih menghindari.
Rasa takut lebih baik jangan dimatikan sama sekali,tetapi dikendalaikan. Misalnya seorang atlit yang tidak memiliki ketakuatan terhadap kekalahan dalam pertandingan yang akan diikuti.Ia akan berbuat apa yang dikehendakinya, akhirnya ia akan terseret oleh perasaan ” kalah ya biar”.
Usaha yang kira-kira dirasa terlalu berat untuk meraih keunggulan nilai,cenderung untuk tidak dilaksanakan , karena dianggap terlalu menghabiskan tenaga di samping juga sikap berhati-hati menjadi berkurang. Konsentrasi menjadi buyar dan usaha-usaha untuk mencari kelemahan-kelemahan lawan tidak ada lagi.
Rasa takut juga tidak boleh ditanamkan sehingga menyebabkan orang sama sekali tidak berani mengambil resiko, akhirnya orang tersebut terlalu banyak perhitungan yang kadang-kadang tidak diperlukan. Akibatnya orang tersebut tidak pernah mau mencoba dan berusaha untuk mengatasi ketakutan yang timbul.
Pada kehidupan sehari-hari, rasa takut ini banyak ditimbulkan oleh orang-orang yang justru lebih dewasa, menakut-nakuti anaknya supaya tunduk kepada kehendak oerang yang sudah dewasa tersebut.Kadang-kadang orang tua yang tidak mau sulit-sulit lebih cenderung untuk menakut-nakuti anaknya.Karena anak yang takut lebih mudah dikuasai sesuai dengan tujuan orang yang menakut-nakuti tersebut.Meskipun pada mulanya menakut-nakuti itu hanya bertujuan agar si anak tunduk kepada perintah orang tua saja,tetapi kalau terlanjur sulit untuk disembuhkan, sehingga perkembangan si anak itu sendiri akan terganggu.
Yang paling baik adalah kalau takut itu dikendalikan, artinya tidak ditanamkan , tetapi juga tidak dihilangkan sama sekali. Hal ini memang sulit sampai berapa jauh takut itu harus dikendalikan, karena kalau salah akan menjadi hoby.
Dalam dunia olahraga, rasa takut kalah di dalam batas-batas normal adalah baik, karena dengan demikian seseorang akan mempersiapkan diri untuk menghindari kekalahan.Melatih diri, berusaha mencari kelemahan-kelemahan lawan, penghematan tenaga/penghematan penghamburan tenaga yang tidak perlu dan sebagainya.Jadi jangan sekali-kali mengartikan pengendalian rasa takut sama dengan menanamkan rasa takut.
Menurut beberapa pendapat yang dikumpulkan oleh Reuben B.Frost dari Springfield College mengenai bagaimana harus menangani masalah takut ini, antara lain diajukan beberapa pendapat sebagai berikut:
(a) Mencoba menemukan dan memahami sebab-sebab terjadinya rasa takut.
(b) Mendekati dan mengenali situasi yang ditakuti secara sedikit demi sedikit.
(c) Mempersiapkan diri untuk menghadapi apa yang ditakuti dengan membuat perencanaan yang pasti dan taktik yang tepat guna.
(d) Menguji dan menganalisis alasan-alasan menngapa sampai terjadi ketakutan-ketakutan.
(e) Menolong mencarikan sebab-sebab timbulnya kesulitan-kesulitan yanng ditakuti (adakah pengaruh kecelakaan yang dulu atau memang belum mengenal problemnya).
(f) Menanamkan keakraban antar anggota group dan rasa saling percaya antar anggota (berdiskusi secara bersama-sama).
(g) Memberikan sugesti bahwa orang-orang yang banyak pengalaman selalu memberikan pertolongan kepada yang muda-muda.
(h) Meningkatkan kekuatan dan keterampilan (skill).
(i) Kerjakan sesuatu yang dapat menghilangkan rasa takut.
Kebanyakan rasa takut akan lenyap pada waktu kegiatan-kegiatan yang ditakutkan itu telah dilakukan.
3) Marah
Marah dapat dikatakan sebagai reaksi kuat atas sesuatu yang tidak menyenangkan dan mengganggu pada seseorang. Ragamnya mulai dari kejengkelan yang ringan sampai angkara murka dan mengamuk.
Ketika itu terjadi maka detak debar jantung semakin cepat, tekanan darah dan aliran adrenalin juga meningkat. Kalau sudah begini bisa-bisa perubahan psikologis akan menyebabkan timbulnya reaksi agresif dan pelakuan kasar dari sang pemarah.
Walau bersifat alami dan normal namun marah tidak timbul dengan sendirinya Ia merupakan respon dari seseorang ketika mendapat ancaman, hal yang membahayakan, kekerasan verbal, perlakuan tidak adil, kebohongan dan manipulasi oleh orang lain. Dengan kata lain marah timbul karena batas-batas emosi yang dimiliki telah terganggu atau terancam. Secara internal, marah bisa terjadi ketika menghadapi masalah-masalah pribasi, mengingat peristiwa yang sangat mengganggu pikiran, kekecewaan pada situasi lingkungan, kurang percaya diri,dsb. Sementara secara eksternal, marah bisa timbul karena,hak-hak pribadinya diperlakukan tidak adil dan mendapat ancaman.
Karena sifat marah memerlukan spontanitas dan ditujukan dalam bentuk-bentuk agresifitas, maka jalan paling baik kalau atlit-atlit tersebut dapat menghambat spontanitas dan mengurangi bentuk-bentuk agresifitasnya, artinya menaggapi kemarahan itu dengan usaha-usaha yang positif. Kalau olahraga yang dapat time-out lebih baik diambil time out dulu agar spontanitas kemarahan itu tertunda pelaksanaannya.
Meskipun hanya beberapa detik, biasanya sudah cukup untuk mengurangi derajat kemarahan.Kadang-kadang seseorang yang marah dapat mengurangi kemarahannyadengan mengambil nafas dalam-dalam-dalam beberapa kali dengan menghitung sampai beberapa puluh atau menghadapi kemarahan itu dengan senyuman,dan masih banyak lagi jalan yang ditempuh untuk mengurangi kemarahan tersebut.
Dalam pertandingan –pertandingan adalah sukar untuk dapat menghilangkan sumber dari kemarahan, sebab dalam dunia olahraga memancing kemarahan lawan adalah disengaja dengan harapan kalau lawan itu sudah tidak sadar lagi akibatnya dia ingin tetap bermain keras yang dapat mengakibatkan banyaknya energi yang dikeluarkan sehingga pada suatu saat dia akan kehabisan tenaga dan akan mudah dikalahkan.
Hal-hal seperti tersebut di atas harus disadari,dimengerti dan dikenali oleh para olahragawan, jangan sampai dia terpancing oleh siasat lawan untuk menjadi marah.Ingat marah memang dapat menimbulkan tenaga yang luar biasa,tetapi jangan sampai mengakibatkan hilangnya pertimbangan akal dalam menyalurkan timbulnya tenaga tersebut.Memanfaatkan tenaga tambahan itu, untuk usaha-usaha yang produktif. Untuk mengurangi akibat-akibat negatif yang dapat ditimbulkan oleh kemarahan perlu dicari bagaimana cara merendahkan kemarahan yang terjadi. Hal ini dapat diusahakan dengan cara:
(a) Menghambat spontannitas tindak kemarahan.
(b) Mengurangi agresifitas tindakan.
(c) Menanggapi kemaran dengan usaha-usaha yang positif.
(d) Melupakan atau menghilangkan / menghindari sumber kemarahan.
b. Pembentukan pribadi (mengembangkan identitas diri)
Keprihatinan terhadap fenomena degradasi moral dan karakter bangsa makin terasa akut dari masa ke masa Di kalangan masyarakat makin mewabah patologi sosial dan penyalahartian praktik kehidupan demokrasi dengan kebebasan tanpa aturan. Selain itu juga ada perkembangan sentimen kedaerahan dan kesu-kubangsaan yang makin meluncurkan semangat nasionalisme, maraknya kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia, terhadinya degradasi lingkungan, radikalisme atas nama puritanisme dan otensitas agama.
Banyak kalangan berpandangan bahwa problem multidimensional ini harus dipikul oleh institusi pendidikan. Berbeda dengan peran pendidikan di negara-negara maju yang lebih terbatas pada transfer ilmu pengetahuan, pendidikan di Indonesia memikul beban ganda. Beban ganda itu ialah tidak saja transformasi pengetahuan, tetapi ditambah lagi dengan en-kulturasi berbagai bidang kehidupan, termasuk pembentukan karakter dan kepribadian dalam kerangka nation and character building.
Sayangnya, meski secara konseptual pokok pikiran ini relatif lebih mudah dirumuskan, tetapi praktiknya sungguh rumit. Anatominya meliputi horizon yang amat luas ada perilaku moral, nilai moral, karakter, emosi, logika moral, dan penggalian identitas. Moral karakter berhubungan erat dengan perilaku dan nilai-nilai yang dapat didefinisikan sebagai sikap yang konsisten untuk merespons situasi melalui ciri-ciri seperti kebaikan hati, kejujuran, sportivi-tas, tanggung jawab, dan penghargaan kepada orang lain (Lickona. 1997).
Bagaimana membudayakan perilaku dan nilai-nilai tersebut? Dalam tulisan ini dideskripsikan bahwa melalui pendidikan olahraga, yang selama ini banyak dipandang sebelah mata, temya-ta banyak nilai perilaku yang secara riil dapat diwujudkan apabila direncanakan secara sistematis.
1) Nilai Dasar
Dalam kehidupan sehari-hari olahraga sering disikapi sebagai media hiburan, pengisi waktu luang, senam, rekreasi, kegiatan sosialisasi, dan meningkatkan derajat kesehatan. Secara fisik olahraga memang terbukti dapat mengurangi risiko terserang penyakit, meningkatkan kebugaran, memperkuat tulang, mengatur berat badan, dan mengembangkan keterampilan. Sayangnya, nilai-nilai yang lebih penting dalam konteks pendidikan dan psikologi, yaitu pembentukan karakter dan kepribadian, masih kurang disadari.
Kepribadian, sosialisasi, dan pendidikan kesehatan, serta kewarganegaraan hakikatnya adalah agenda penting dalam proses pendidikan. Sebagaimana pentingnya membaca, menulis, dan berhitung, saat ini perlu ditambahkan lagi dengan respect and responsibility Mengapa? Sebab, sesungguhnya dalam perspektif sejarah sudah sejak lama pendidikan jasmani dan olahraga dijadikan andalan sebagai wahana yang efektif untuk pembentukan watak, karakter, dan kepribadian. Bahkan pem-bentukan sifat kepemimpinan seseorang dapat dicapai melalui media ini.
Dalam ruang lingkup kehidupan masyarakat, orang tua mengharapkan generasi baru memahami norma salah-benar, kearifan dalam hidup bermasyarakat, memiliki sikap sportif, disiplin, serta taat asas dalam tata pergaulan. Hidup bersama melalui aktivitas olahraga bagi anak-anak dapat memberi pelajaran bahwa permainan dengan tata aturan tertentu dapat menguntungkan semua pihak dan mencegah konflik perbedaan pandangan. Anak-anak juga dapat belajar bersosialisasi melalui permainan-permainan, yang sayangnya fasilitas seperti ini nyaris luput dari perhatian layanan publik.
Padahal melalui aktivitas seperti ini, mereka yang memiliki minat sejenis dapat berbagi pengalaman dalam common ground yang dapat ditransformasikan melalui komunikasi dan interaksi yang kohesif.Peran olahraga kian penting dan strategis dalam konteks pengembangan kualitas SDM yang sehat, mandiri, bertanggung jawab, dan memiliki sifat kompetitif yang tinggi.
Selain itu juga penting dalam pengembangan identitas, nasionalisme, dan kemandirian bangsa. Olahraga yang dikelola secara professional akan mampu mengangkat martabat bangsa dalam percaturan internasional.
Sejarah telah mencatat bahwa olahraga dapat menjadi media pendidikan atau menjadi ikon bisnis dan industri yang prospektif. Olahraga secara potensial dan aktual dapat men-jadi rujukan yang efektif bagi pembentukan watak kepribadian dan karakter masyarakat.
2) Fair Play
Olahraga dengan segala aspek dan dimensinya, lebih-lebih yang mengandung unsur pertandingan dan kompetisi, harus disertai dengan sikap dan perilaku berdasarkan kesadaran moral. Implementasi pertandingan tidak terbatas pada ketentuan yang tersurat, tetapi juga kesanggupan mental menggunakan akal sehat. Kepatutan tindakan itu bersumber dari hati nurani yang disebut dengan istilah fair play.
Dalam dua tahun terakhir, model kompetisi yang dijiwai fair play telah diimplementasikan pada kompetisi nasional dalam forum Olimpiade Olahraga Sekolah Nasional (O2SN) dan forum internasional, yaitu ASEAN Primary School Sport Olympiade (APSSO). Hasilnya sungguh menggembirakan karena penerapan tersebut berimplikasi pada perilaku peserta kompetisi yang lebih mencerminkan jiwa sportivitas, kejujuran, persahabatan, rasa hormat, dan tanggung jawab dengan segala dimensinya.
Dalam kode fair play terkandung makna bahwa setiap penyelenggaraan olahraga harus dijiwai oleh semangat kejujuran dan tunduk pada tata aturan, baik yang tersurat maupun tersirat Setiap pertandingan harus menjunjung tinggi sportivitas, menghormati keputusan wa-sit/juri, serta menghargai lawan, baik saat bertanding maupun di luar arena pertandingan.Kemenangan dalam suatu pertandingan, meski penting, tetapi ada yang lebih penting lagi, yaitu menampilkan keterampilan terbaik dengan semangat persahabatan Lawan bertanding sejatinya adalah juga kawan bermain.Tidaklah diragukan bahwa pendidikan olahraga adalah wahana yang sangat ampuh bagi persemaian karakter dan kepribadian anak bangsa apabila dikembangkan secara sistematis.
Olahraga mengandung dimensi nilai dan perilaku positif yang multidimensional.
Pertama, sikap sportif, kejujuran, menghargai teman dan saling mendukung, membantu dan penuh semangat kompetitif.
Kedua, sikap kerja sama, team work, saling percaya, berbagi, saling ketergantungan, dan kecakapan membuat keputusan bertindak. Ketiga, sikap dan watak yang senantiasa optimistis, antusias, partisipasi!", gembira, dan humoris. Keempat, pengembangan individu yang kreatif, penuh inisiatif, kepemimpinan, determinasi, kerja keras, kepercayaan diri, kebebasan bertindak, dan kepuasan diri.
c. Kontrol sosial (penyerasian dan kemampuan prediksi)
Kata kontrol sosial berasal dari kata ‘Social control’ atau sistem pengendalian sosial dalam percakapan sehari-hari diartikan sebagai pengawasan oleh masyarakat terhadap jalannya pemerintahan, khususnya pemerintah beserta aparatnya.
Soekanto (1990), menjelaskan bahwa arti sesungguhnya dari pengendalian sosial jauh lebih luas. Dalam pengertian pengendalian sosial tercakup segala proses (direncanakan/tidak), bersifat mendidik, mengajak atau bahkan memaksa warga masyarakat agar mematuhi kaidah-kaidah dan nilai sosial yang berlaku.
Dari penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa pengendalian sosial adalah suatu tindakan seseorang/kelompok yang dilakukan melalui proses terencana maupun tidak dengan tujuan untuk mendidik, mengajak (paksaan/tidak) untuk mematuhi kaidah dan nilai sosial tertentu yang dianggap benar pada saat itu.
Selain itu perlu diketahui pula bahwa tindakan pengendalian sosial dapat dilakukan antara (1) individu (i) terhadap individu lain, (2) individu terhadap kelompok (k), (3)kelompok terhadap kelompok, dan (4)kelompok terhadap individu.
d. Sosialisasi (membangun perilaku dan nilai-nilai bersama yang sesuai)
e. Perubahan sosial
• Interaksi sosial : berhubungan / berinteraksi melalui pembicaraan, perkumpulan, pergaulan, baik dalam organisasi dan masyarakat.
• Asimilasi (sosial) : bercampurnya 2 kebudayaan dalam masyarakat setempat (contoh : dalam satu negara atau dalam satu keluarga, sehingga tercipta suatu budaya baru.
• Gerak sosial (Mobilitas sosial) adalah Proses perpindahan posisi atau status sosial yang dialami oleh seseorang atau sekelompok orang dalam struktur sosial masyarakat inilah yang disebut gerak sosial atau mobilitas sosial (social mobility).
f. Kesadaran (pola tingkah laku yang benar)
g. Keberhasilan (cara pencapaian dengan turut aktif atau sebagai penikmat)
Dalam bidang penelitian, sosiologi olahraga membuka peluang bagi pengkajian topik yang berkenaan dengan pranata sosial seperti sekolah dan kehidupan politik, stratifikasi sosial, penonton dan motivnya, sosialisasi, etika bertanding, dan masih banyak lagi. Beberapa isu pokok yang dicoba angkat adalah masalah hubungan individu dan kelompok dalam olahraga yang berkaitan dengan peranan dan isu gender, masalah ras, agama, nilai, norma, aspek politik, ekonomi, dan rasionalisasi kegiatan olahraga di negara maju.
BAB III
KESIMPULAN
Olahraga sebagai suatu aktivitas yang melibatkan banyak pihak telah disikapi secara dinamis dari pemahaman terhadap yang dianggap sebagai aktivitas primitive untuk mempertahankan hidup berubah menjadi proses sosial yang menghasilkan karakteristik perilaku dalam bersaing dan bekerja sama membangun suatu permainan yang dinaungi oleh nilai, norma, dan pranata lembaga. Kajian sosiologis yang berkaitan dengan kelompok sosial dapat dikenakan pada olahraga berdasarkan pada beberapa hal yakni situasi kondisi dan struktur, serta fungsi kelompok olahraga. Sarat dengan situasi dan kondisi yang kental akan persaingan dan tata aturan yang relative ketat sehingga tercipta rasa senang, santai, dan gembira. Berangkat dari paparan diatas, bentuk interaksi sosial dapat berupa kerja.
sama, persaingan dan pertikaian, sehingga membutuhkan penyelesaian sementara waktu, menyadari keterkaitan dan keterikatannya dengan individu lain. Manusia membentuk kelompok sosial untuk memecahkan masalah hidupnya dengan mengunakan pendekatan ilmu sosiologi. Olahraga telah diapresiasikn sedemikian tinggi sebagai media untuk menunjukkan hegemoni, sehingga untuk menyelenggarakan,dan menciptakan para pelakunya, telah diupayakan berbagai pendekatan dengan melibatkan berbagai disiplin ilmu, yang disebut pendekatan interdisiplin adalah pendekatan yang didasarkan pada pengetahuan dari ilmu psikologi, sosiologi, anatomi, dan fisiologi. Sedangkan pendekatan crosdisiplin adalah pendekatan yang difokuskan pada ilmu motor learning, psikologi olahraga, dan sosiologi olahraga.
DAFTAR PUSTAKA
Sapto Adi Dan Mu’arifin (2007)“Sosiologi Olahraga”Upt Perpus Um, Malang
Bouman, P.J. (1976) Sosiologi, Pengertian Dan Masalah. Yogyakarta, Penerbit Yayasan Kanisius.
Early Socialization” Wiggins, Wiggins & Zanden, 1994
H.Gunawan, Ary. 2006. Sosiologi Pendidikan Suatu Analisis Sosiologi Tentang Berbagai Problem Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Hartoto. 2008. Defenisi Sosiologi Pendidikan. Online (Http://Www.Fatamorghana. Wordpress.Com, Diakses 20 Maret 2008).